[PujaSenja]
Setiap hari dia
beribadah kepada tuhannya. Tak luput doa, sembah dan sujudnya. Iringan irama
khusyuk-masyuk mengikuti irama ibdahnya. Mulai dari kewajiban hakiki hingga
kewajiban khusus ia lakukan. Sepertinya, tuhan amat sayang padanya.
Di sekolah, ia anak
teladan. Rapi pakaiannya, pintar ia, ceria orangnya, serta pandai bergaul. Tak ada
yang membencinya. Guru pun tak segan membantu dan menyayanginya melebihi dari
yang lain. Bahkan lebih dari anak kandung sendiri. Sejawat yang lain pun tak
cemburu.
“Namanya juga anak
jenius. Baik hati juga. Wajar!” Komentar temannya. Ia tak berbangga sedikit
pun. Baginya, jika baik maka baik didapat. Jika buruk, buruk juga didapat. Begitu
ajar ayahnya.
Jum’at, ia datangi masjid
Jami’. Duduk pada shaf terdepan mengalunkan ayat suci. Pakaiannya, baju putih
berbatik coklat, sarung putih kotak-kotak hitam. Ditambah peci hitam di kepalanya. Pas tiba waktunya,
dia yang mengumandangkan adzan. Memanggil kaum Adam sekitar masjid tersebut
mendengarkan khutbah dan menunaikan kewajiban. Tahukah engkau Bilal? Begitu merdu
suaranya. Merdu semerdunya merdu. Ia, dikenal Ustad muda di kampungnya.
…
Seorang tua, tampak jelas
pada keriputnya. Ibadahnya tak luput jua. Kerjanya sangatlah suci. Menjaga
tempat ibadah. Pastilah ia ahli ibadah jua. Menjaga, tak luput dari
membersihkan dan menyambut setiap jemaat yang datang. Semua orang turut bangga
padanya.
Sang ahli ibadah,
penjaga tempat ibadah, tanpa harap upah. Begitulah dia. Barang sekali-dua
jamaah berbaik hati padanya. Menafkahkan sekotak kue, sekarung beras, sebuah
amplop jua. Kadang ia tolak, namun juga ia terima. Menolak sebab takut
berharap. Menerima sebab segan.
Dia ahli ibadah, banyak
juga orang bertanya padanya.
“Bagaimanakah tuhan
akan melihat dan mengasihi kita?” ucap
jamaahnya suatu Minggu.
“Maka berfirmanlah
tuhan; Tuhan akan menampakkan dirinya dari jauh. Aku mengasihi engkau dengan kasih
yang kekal.” Begitu ucapnya. Menodongkan telunjuk ke langit.
Satu firman, kadang
berbuah sebuah amplop. Seringkali terjadi. Sering ia tolak. Karena segan ia
terima. Bukan maksud jual beli firman tuhan. Niatnya dalam hati. Matinya baik. Pada
Jumat agung. Petinya dikhususkan, ramai jemaat mendatangi makamnya. Usia enam
pulud dua tahun akhir pengabdiannya. Makamnya, dipenuhi dua-tiga kuntum mawar.
Sayangnya, seorang
anaknya tak mengunjungi makamnya. Sebab terputuslah mereka.
… (To Be Continiued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar