Sabtu, 12 September 2015

[Fiksi]

[PujaSenja]
Setiap hari dia beribadah kepada tuhannya. Tak luput doa, sembah dan sujudnya. Iringan irama khusyuk-masyuk mengikuti irama ibdahnya. Mulai dari kewajiban hakiki hingga kewajiban khusus ia lakukan. Sepertinya, tuhan amat sayang padanya.
Di sekolah, ia anak teladan. Rapi pakaiannya, pintar ia, ceria orangnya, serta pandai bergaul. Tak ada yang membencinya. Guru pun tak segan membantu dan menyayanginya melebihi dari yang lain. Bahkan lebih dari anak kandung sendiri. Sejawat yang lain pun tak cemburu.
“Namanya juga anak jenius. Baik hati juga. Wajar!” Komentar temannya. Ia tak berbangga sedikit pun. Baginya, jika baik maka baik didapat. Jika buruk, buruk juga didapat. Begitu ajar ayahnya.
Jum’at, ia datangi masjid Jami’. Duduk pada shaf terdepan mengalunkan ayat suci. Pakaiannya, baju putih berbatik coklat, sarung putih kotak-kotak hitam. Ditambah  peci hitam di kepalanya. Pas tiba waktunya, dia yang mengumandangkan adzan. Memanggil kaum Adam sekitar masjid tersebut mendengarkan khutbah dan menunaikan kewajiban. Tahukah engkau Bilal? Begitu merdu suaranya. Merdu semerdunya merdu. Ia, dikenal Ustad muda di kampungnya.
Seorang tua, tampak jelas pada keriputnya. Ibadahnya tak luput jua. Kerjanya sangatlah suci. Menjaga tempat ibadah. Pastilah ia ahli ibadah jua. Menjaga, tak luput dari membersihkan dan menyambut setiap jemaat yang datang. Semua orang turut bangga padanya.
Sang ahli ibadah, penjaga tempat ibadah, tanpa harap upah. Begitulah dia. Barang sekali-dua jamaah berbaik hati padanya. Menafkahkan sekotak kue, sekarung beras, sebuah amplop jua. Kadang ia tolak, namun juga ia terima. Menolak sebab takut berharap. Menerima sebab segan.
Dia ahli ibadah, banyak juga orang bertanya padanya.
“Bagaimanakah tuhan akan melihat dan mengasihi kita?”  ucap jamaahnya suatu Minggu.
“Maka berfirmanlah tuhan; Tuhan akan menampakkan dirinya dari jauh. Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal.” Begitu ucapnya. Menodongkan telunjuk ke langit.
Satu firman, kadang berbuah sebuah amplop. Seringkali terjadi. Sering ia tolak. Karena segan ia terima. Bukan maksud jual beli firman tuhan. Niatnya dalam hati. Matinya baik. Pada Jumat agung. Petinya dikhususkan, ramai jemaat mendatangi makamnya. Usia enam pulud dua tahun akhir pengabdiannya. Makamnya, dipenuhi dua-tiga kuntum mawar.
Sayangnya, seorang anaknya tak mengunjungi makamnya. Sebab terputuslah mereka.
… (To Be Continiued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar