Minggu, 13 Desember 2015

Pada Sampan Kita

Tuh kan! Nakal sih. Nggak percaya juga apa yang Aku katakan dulunya. Aku ini takut membawamu berlayar terlalu jauh, cukuplah di tepian sahaja. Tapi, Tanpa sadar engkau mendayungnya. Aku juga tidak sadar. Eh, malah engkau menyalahkanku. Kau bilang aku yang mendayungnya. Padahal, aku sedang enak-enaknya menyirammu hingga basah bajumu. yang memegang kendali kan dirimu. yang mengarahkan jalannya sampan ini adalah kamu. Aku hanya duduk. Tapi, lantas kau menyalahkan aku kembali. kau bilang, "Kenapa kanda sirami aku. Aku kan kesal. Jadi, hanya ini caranya. mendayungnya ke tengah." Cemberutmu. Nah, itu kan sudah jelas. dirimu yang mendayungnya bukan aku. Walau aku salah, telah menyirammu. Tapi, apa tidak ada cara lain, selain membawa sampan ini ke tengah? Ah, apakah aku bisa berenang jika sampan ini terbalik? Oh tidak, ini sudah amat ke tengah. Apakah harus berbalik? atau mencari tepian di sudut sana? Ah, adindaku memang nakal.Aku kesal. engkau berkata lagi meyakinkanku "Laut ini telah menjadi takdir kita, Kanda. maka, bersamalah kita berlayar di atasnya. kalau memang kanda yang seharusnya mendayung, dinda juga siap kapanpun kanda menyuruh. bahagialah kita kanda."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar