(PujaSenja, siswa MA KM Muhammadiyah Padangpanjang)
Jadi, tadi ceritanya
saya duduk di sebuah kedai dengan seorang Pakpol (Pak Polisi). Ada banyak
cerita dan saran yang ia berikan kepada saya. Salah satunya ialah mengenai
tujuan hidup.
"Lima tambah dua
tambah tiga berapa?" Pertanyaan pemula yang ia berikan. "Sepuluh!"
Jawab saya yakin. Dalam hati saya mengejek. "Emang saya anak SD, apa? Ditanya
kayak gituan."
"Lima tambah lima
berapa?" Lanjut dia bertanya. Semakin kesal saya tetap bersabar menjawab.
"Sepuluh." Dengan intonasi lebih keras.
"Apa kamu mengerti
pertanyaan saya tadi?" Pakpol bertanya lagi. saya hanya menatap heran. Lantas
dia tak berhenti bertanya
"Berapa macam saya
bertanya?"
"Dua"
"Kamu
menjawabnya?"
"Dua"
"Salah besar!"
Gertaknya sedikit keras. apanya yanhg salah besar? bukankah tadi dia bertanya
dua kali dan saya jawab juga dua kali.
"Saya memang
bertanya dua macam. tapi kamu menjawabnya hanya satu. di sana kesalahan
besarmu." Pakpol menjelaskan kembali. "Oh ia ya, ada betulnya si
Pakpol nie." Ucap saya dalam hati sembari senyum malu. Tapi, apa sih
maksud pertanyaan yang dua dengan jawaban satu itu? Saya menjadi bingung dan
menatap heran Si Pakpol.
Rokok sebatang di
tangannya sudah habis. Kopi telur yang di depan si pakpol belum habis
seluruhnya. Masih tertinggal setengahnya. Saya kembali menulis beberapa Haiku
dalam buku.
“Pertanyaan yang saya
berikan jangan dianggap sepele, Boi.” Pakpol memecah hening yang tercipta
beberapa menit. Kembali saya tatap Pakpol yang sudah bermain kembali dengan
sebatang rokok baru.
“Semua itu adalah
prinsip dan langkah hidup.” Ucapnya singkat. “Maksudnya, Pak?” barulah saya
mulai bertanya. Tampaknya dia senang dengan Tanya itu. (Senyumnyalah yang
menandakan)
“Sebagai contoh, Saya
bekerja sebagai polisi. Tujuannya adalah mencari uang. Ibu anda bekerja di
warung nasi, tujuannya juga mencari uang.” Di sana saya mulai sedikit mengerti.
“Begitu juga anda serta anak-anak yang lain. Betapa banyak anak-anak seusia
anda yang tidak tamat sekolah susah payah bekerja dengan otot mereka. Sementara
anda enak-enaknya sekolah.” Jelas Pakpol yang membuat saya mengangguk-angguk. “
Anda sekolah untuk apa? Akhir-akhirnya bekerja, bukan?” Saya hanya mengangguk
menunggu penjelasan selanjutnya. “Nah, betul kan? Anda sama saja dengan mereka.
Tapi beda cara anda menjalaninya. Anda termasuk lima tambah dua tambah tiga. Ada
beberapa langkah yang anda jalani untuk tujuan yang sama seperti mereka. Sementara
mereka memilih langsung bekerja.” Pakpol kemudian diam dan menghabiskan
secangkir kopinya. Tampaknya dia mendadak sekali meninggalkan saya. Saya masih
belum puas dengan ceritanya. Tapi, terpaksa saya jelaskan sendiri bahwa manusia
diciptakan dengan tujuan yang sama. Namun, punya langkah-langkah yang berbeda
dalam mencapainya. Saya sendiri butuh pendidikan untuk mencapainya. Sementara mereka
yang lain bagaimana?