Jumat, 28 Agustus 2015

Malu (Kah?) Aku JAdi orang Indonesia?


(Muhammad David, 2015)
A.
Lantaran puisi menggema di bumi Nusantara ini, aku menatap kagum anak bangsa yang memuji merah putih. anak bangsa yang dikirim sebagai duta negara kepada negara lain tersenyum menyebut-nyebut nama negeri ini. Bahagia(kah?) mereka jadi orang Indonesia.
B.

tujuh puluh tahun negeri ini merdeka. mungkin baru lima belas tahun ini aku merasakannya. era orde lama ke orde baru ditutup dengan hebatnya mahasiswa lengserkan Soeharto mengubah negri ini pada era Reformasi. pers dibebaskan, rakyat pun jadi bebas partisipasi soal negara. tak lagi mulut tertutup untuk bicara.
Malu(kah) Aku jadi orang Indonesia. 

C.
B.J. Habibie bergantikan Abdurrahman Wahid, ku tak menyangka seperti itu. bumi ini dipimpin bapak Berislamkan kuat. taktik hebat, tapi, Kacau dalam strategi. beralih Megawati Soekarno Putri. sosok nan "polos namun peragu". Malu(Kah) Aku jadi orang Indonesia.
D.
SBY namanya. dua periode yang ia tempuh, makmurkan negeri ini. katanya. perubahan banyak, aku bahagia(Kah). 
E.
tak dapat ku sangka. Seorang itu maju dlam waktu cepat. semua serba cepat. dengan cepat, ia disebut-sebut. cepat pula ia naik jabatan. walikota, gubernur, dan presiden. Bangga(Kah) Aku.
Cepat pula, semua sistim kerjanya. cepat pula kasus yang dibelai-nya. Aku, tak tahu. Inikah INdonesia yang diharapkan. secepat itukah?
Aku bertanya-tanya
Bangga(Kah) Aku jadi orang Indonesia.
Malu(Kah) Aku jadi orang Indonesia.

#‎PujaSenja‬

Sabtu, 22 Agustus 2015

Bu,

Bu, tak secepat itu yang aku bayangkan. aku hanya ingin jadi anakmu, berbakti padamu, membahagiakanmu, dan...
Bu, mungilku telah tergores oleh waktu. Ingusku telah "Ter-seka" kabut remaja. Saat ku buka mata ini, aku tak lagi anak-anak. Badanku sudah melebihimu. Aku tak lagi menangis saat tidak mendapat apa yang aku inginkan darimu.
Bu, aku teringat ayah. Kerasnya dia bekerja menantang terik demi aku dan engkau, juga adik-adik, Bu. Tak terbayang olehku saat aku penah ikut dia bekerja, Bu.
Bu, bagaimana mungkin semua ini cepat berjalan. Apakah nanti, aku juga akan jadi ayah bagi anakku, Bu? Apakah aku siap? Bu, beberapa tahun ke depan. Rasanya juga waktu yang singkat.
Bu, aku teringat pesan ayah. Aku harus bisa menjadi orang yang lebih hebat darinya. Apa maksudnya, Bu?
Bu, Bu... Bu!
Doaku untukmu Bu. Juga Untuk Ayah. Ayah, aku sadar tentang marahmu. Aku takkan jengkel lagi
Untuk Ibu, Ayah.
Dari Anakmu yang terkatung dalam samudra pendidikan, hendak berlabuh pada pulau kesuksesan.
‪#‎PujaSenja‬

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin

Sekali Cinta, akan cinta sampai mati
Layaknya engkau dan aku, seperti daun. Aku semakin menua kecoklatan. Sementara engkau semakin menghijau dan berupa indah.
Aku takkan sanggup disampingmu terus. Mungkin aku kan terbang jauh tinggalkan ranting pohon ini, sementara engkau kan kokoh bergurau bersama angin.
Namun ketahuliah, aku takkan marahi angin yang terbangkanku. Aku takkan kutuk kecokelatanku ini. Semua ini adalah tahap evolusi yang berjalan panjang.
Salahlah aku jika terlalu berlama-lama di ranting ini. Kan membuat marah tunas baru yang juga ingin tumbuh.
...
Beruntung aku, jika masih bisa bergelantung diantara daun-daun lain saat tersapu angin. beruntungnya, aku masih bisa memantap tawamu bersama angin.
Benar sekali Darwis Tere Liye, "Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.".
#‎PujaSenja‬

Pada Suatu Kehidupan

Coba kau tanyakan pada ilalang di seberang sana. berpa kali aku harus menenteng dosa ini dengan rasa malu. aku ingin membasuhnya, dengan air sungai nan mengalir deras di hulu sana. agar suci diriku. agar ku tahu jua muaranya sungai ini. agar lepas dahagaku mencicipi mata air yang kutemui nantinya.
‪#‎PujaSenja‬

Bab Sanjugan


"Saya lebih senang orang-orang berterus terang kepada saya bahwa pribadi saya ada yang kurang (ex; Kamu jelek). maka saya akan coba benahi diri saya kedepannya. Daripada disanjung-sanjung ( ex: Oh, Anda hebat sekali, salut saya). Toh dalam hati, di belakang berkata "Hebat apanya? wajah sejelek itu dibilang tampan."
Ingat! yang akan merubah diri sendiri siapa? kita sendiri, bukan?
"Guru terbaik bukanlah sanjungan, tapi kritikan."
‪#‎PujaSenja‬, sekali lagi
Jangan lupa, silakan dibagikan agar kita satu prinsip kebaikan!